Halaman

Senin, 28 Oktober 2013

Urgensi Manajemen Kelas dalam Pembelajaran

A.  Pengertian Manajemen Kelas
       Manajemen kelas terdiri dari dua buah kata yaitu manajemen dan kelas. Manajemen sendiri adalah kata serapan yang berhasal dari bahasa Inggris yaitu “management” yang diartikan dalam bahasa indonesia sebagai pengelolaan, ketatalaksanaan, ataupun tata pimpipinan. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum menurut Suharsini Arikunto adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan.
       Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Pengertian ini jelas meninjaunya dari segi anak didik. Pendapat sejalan dengan pendapat Suharsini Arikunto di dalam deduktif terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.
       Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) ”kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru” sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar”.
       Kelas menurut pandangan umum dapat dibedakan atas dua pandangan yaitu:
1.    Pandangan dari segi siswa, seperti dalam contoh pembicaraan “dikelas saya terdapat 20 orang siswa putra dan 15 siswa putri”
2.    Pandangan dari aspek fisik, seperti dalam contoh pembicaraan “kelas ini berukuran 6 x 8 meter persegi”.
       Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut yaitu :
1.    Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
2.    Kelas dalam arti luas adalah, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamisme menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang efektif untuk mencapai suatu tujuan.
       Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan yang sangat sederhana adalah bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Pengelolaan dalam konteks ini adalah pengelolaan dalam segala aspek di dalam proses belajar mengajar.
       Seorang guru harus memahami arti dari manajemen kelas agar dapat mengaplikasikannya ke dalam proses mengajar nantinya agar tercipta suasana kelas yang kondusif dan siswa dapat menyerap materi dengan baik.

B. Urgensi Manajemen Kelas
       Manajemen kelas sangatlah penting dilakukan karena tanpa adanya kelas yang kondusif, siswa tidak akan dapat menyerap materi yang diberikan oleg guru dengan baik. Seperti yang telah dituliskan dalam latar belakang masalah di muka, banyak sekali hal yang m,endasari pentingnya manajemen kelas dalam pembelajaran.
       Seorang pendidik atau guru perlu menguasai banyak faktor yang mempengaruhi motivasi, prestasi dan perilaku siswa mereka. Lingkungan fisik di kelas, level kenyamanan emosi yang dialami siswa dan kualitas komunikasi antar guru dansiswa merupakan faktor penting yang bisa memampukan atau menghambat pembelajaran yang optimal. Guru bertanggung jawab untuk berbagai siswa, termasuk mereka dari keluarga yang tidak mampu atau kurang beruntung, siswa yang mungkin harus bekerja setelah sekolah, atau mereka yang berasal darikelompok minoritas etnis, agama atau bahasa atau mereka dengan berbagaikesulitan atau kecacatan belajar. Tak satupun dari situasi atau faktor ini harus menyebabkan masalah pendidikan, namun anak-anak ini mungkin beresikomendapatkan pengalaman sekolah yang negatif dan tak bermakna jika guru tidak responsif terhadap kebutuhan dan kemampuan mereka atau mampu menggunakan pengajaran dan strategi kelas yang efektif dan disesuaikan menurut individu.
       Manajemen kelas juga penting sekali mengingat tujuan-tujuan manajemen kelas yang tentu saja akan sangat mempengaruhi profesionalitas seorang guru. Tujuan manajemen kelas antara lain:
Menurut Ahmad (1995:2) bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:
1)   Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2)   Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar.
3)   Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas.
4)    Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.
5)   Tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006:170) pada hakikatnya terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja. Terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Sedangkan Arikunto (dalam Djamarah 2006:178) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

       Pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan penting yang harus dikuasai guru. Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif, didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.
       Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu:
1. Masalah Individual:
a)    Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
b)   Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan).
c)    Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
d)   Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
 2. Masalah Kelompok:
a)    Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
b)   Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
c)    Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
d)   “Membombong” anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
e)    Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
f)    Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.
       Sudirman N, dkk (Syaiful Bahri Djamarah, 2002 : 198) mengemukakan bahwa manajemen kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Karena itu kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru.
       Seperti yang telah dikemukakan oleh Sudirman N di atas bahwa manajemen kelas merupakan upaya dalam menggunakan potensi kelas. Dalam hal ini termasuk penataan ruang dan perabot kelas dan juga pemberdayaan sarana dan alat peraga serta pengaturan waktu sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran pun dapat tercapat secara optimal.
       Jadi manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru secara sengaja dan dilakukan secara berkesinambungan dengan tujuan membuat anak didik merasa betah di dalam kelas dengan adanya suasana yang menyenangkan atau kondusif demi tercapainya tujuan pengajaran.
       Sugito (2003:70) mengemukakan bahwa “manajemen kelas yang efektif dan efisien itu akan mewujudkan proses pembelajaran yang efektif pula yang ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan siswa secara efektif”. Maksud pernyataan tersebut dengan bahwa pembelajaran bukan sekedar memorasi, bukan pula sekedar penekanan dada penugasan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan siswa. Pembelajaran efektif juga akan melatih dan menanamkan sikap demokratis pada siswa. Bahkan pembelajaran efektif juga lebih menekankan pada bagaimana agar siswa mampu belajar cara belajar (learning to learn). Melalui kreatifitas guru dalam mengelola kelas, pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan (joyfull learning) dan tentu saja akan membangkitkan motivasi belajar siswa yang memusatkan pada kebutuhan aktualisasi diri mencapai prestasi dengan sendirinya, perwujudan pembelajaran efektif dalam memberikan kecakapan hidup (life skill) kepada siswa.
       Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa manajemen kelas sangat penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Berhasilnya pencapaian tujuan pembelajaran tersebut sangatlah ditentukan oleh manajemen kelas yang dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan.


C. Usaha Memaksimalkan Manajemen Kelas

1. Sifat dan Situasi Belajar Mengajar
a. Kondisi Fisik
               Lingkungan fisik tempat belajar penting terhadap hasil perbuatan belajar. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya intensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
          Lingkungan fisik dimaksud akan meliputi hal-hal di bawah ini :
1) Rungan tempat berlangsung proses belajar mengajar.
2) Pengaturan tempat duduk.
3) Ventilasi dan pengaturan cahaya.
          4) Pengaturan alat-alat pengajaran.

b. Kondisi Sosio-emosional
             Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik merupakan efektifitas tercapainya tujuan pengajaran, yang meliputi tipe kepemimpinan, sikap guru, dan suara guru.
c. Kondisi Organisasional
            Kegiatan rutin secara organisasional dilakukan baik di tingkat kelas maupun di tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolan kelas yang meliputi:
  1) Penggantian pelajaran
  2) Guru yang berhalangan hadir
  3) Masalah antar peserta didik
  4) Upacara bendera
  5) Kegiatan lainnya

2. Masalah Manajemen Kelas
       Manajemen kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidakmampuan guru mengelolah kelas. Indikator dari kegagalan itu adalah prestasi belajar siswa rendah. Tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, manajemen kelas merupakan kompetensi guru yang sangat tinggi dikuasai oleh guru dalam rangka keberhasilan proses belajar mengajar.
       Menurut Made Pidarta (Syaiful Bahri Djamarah, 2002) mengemukakan bahwa masalah-masalah pengelolan kelas yang berhubungan dengan perilaku siswa adalah:
a. Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, dan pertentangan jenis kelamin.
b. Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, mislanya, ribut, bercakp-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.
c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya, ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh dan sebagainya.
d.Kelas mentoleransi kekeliruan teman-temannya, ialah menerima dan mendorong perilaku siswa yang kelliru.
e. Mudah bereaksi negatif/terganggu, misalnya bila di datangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah.
f.  Moral rendah, permusuhan, agresif. Misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang dan sebagainya.
g. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi yang baru dan sebagainya.

       Doyle (Syaiful Bahri Djamarah, 2002) memandang variabel masalah pengelolan kelas dari sudut lain. Pendapatnya terungkap dari lima kategori masalah, yaitu:
a.  Berdimensi banyak (multidimensionality)
       Guru dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas yang meliputi tugas akademik yaitu persiapan mengajar lengkap dengan alat sera menyampaikan pelajaran dan mengevaluasi dan tugas administrasi yang meliputi pekerjaan mengabsen, mencatat data siswa, menyusun jadwal, dan mencatat hasil-hasil pengajaran.
b. Serentak (simultancity)
       Berbagai hal dapat terjadi pada waktu yang sama di kelas. Pekerjaan yang satu harus dikerjakan, tetapi pekerjaan yang lain tidak dapat ditunda. Seperti selama dilaksanakan diskusi, guru tidak hanya harus mendengarkan dan membantu mengarahkan pikiran siswa, tetapi juga memantau siswa yang kurang aktif dan efektif melibatkan diri dalam kegiatan, dan mencari strategi agar diskusi dapat berjalan dengan baik.
c.  Segera (immediacy)
       Proses integrasi guru dengan siswa terjadi timbal balik begitu cepat, sehingga menuntut guru dapat segera bertindak melalui proses berfikir : menerima rangsangan dari luar, berfikir, memutuskan dan melaksanakan tindakan. Untuk sesegera mungkin mengantisipasi permaslahan di atas itulah terkadang menjadi masalah bagi guru.
d. Iklim kelas yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu.
       Doyle mengatakan bahwa iklim yang terjadi di kelas bukan semata-semata merupakan hasil upaya guru. Banyak faktor yang mempengarruhi terjadinya iklim di kelas, dan beberapa di antaranya datang dengan tiba-tiba. Seperti cecak yang jauh, sehingga mengagetkan siswa yang mengakibatkan suasana kelas menjadi gaduh.
e.  Sejarah (history)
      Emmer, Everston dan Anderson (1980) mengemukakan bahwa peristiwa yang terjadi pada waktu awal-awal sekolah akan banyak berpengaruh pada manajemen kelas pada tingkat-tingkat berikutnya.

       Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya pengelolaan kelas memang tidak segampang yang kita fikirkan akan tetapi seorang guru harus mengerti keadaan murid-murinya dan dapat mengatasi hal-hal yang dilakukan oleh murid-muridnya yang menyimpang dari proses pembelajaran misalkan menjaili temanya ketika guru menerangkan,, membuat sebuah kegaduhan, dan masi banyak prilaku atau tinhkah laku murid yang keluar dari proses pembelajaran.
maka dari itu guru dituntut agar dapat mengarti dan memahami keadaan, prilaku ,dan masala apayang dimiliki murid-muridnya agar tecapainya proses pembelajaran yang diingikakan, kemudian hal yang harus diperhatkan juga adalah guru harus mengemas semenarik mungkin materi yang akan disampaikan kepada murid-muridnya supya pesertadidik tertarik dan bersemangat dalam belajar.

3. Bebagai Pendekatan dalam Manajemen Kelas
       Manajemen kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang terkait langsung dalam hal ini. Karena manajemen kelas yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan belajar anak didik baik secara berkelompok maupun secara Individual.
       Keharmonisan hubungan guru dengan anak didik, tingginya kerja sama di antara anak didik tersimpul dalam bentuk interaksi. Karena itu terdapat beberapa interkasi di antara guru dan murid, dan murid dengan murid. Lahirnya interaksi yang optimal tentu saja bergantung kepada pendekatan yang guru lakukan dalam rangka manajemen kelas. Berbagai pendekatan tersebut adalah:
a) Pendekatan kekuasaan
       Manajemen kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk menaatinya. Di dalamnya da kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
b) Pendekatan ancaman
       Dari pendekatan ancaman atau antimidasi ini, manajemen kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik dengan cara memberikan ancaman, misalnya, melarang, ejekan, sindirin dan paksaan.
c) Pendekatan kebebasan
       Manajemen kelas diartikan sebagai proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas mengerjakan sesuatu kapan dan di mana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
d) Pendekatan resep
       Di lakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas.
e) Pendekatan pengajaran
       Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f) Pendekatan perubahan tingkah laku
       Manajemen kelas diartikan sebagai suatu prose untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah untuk mengembangkan ingkah laku anak didik yang baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik.
g) Pendekatan suasana emosi dan hubungan sosial
       Menurut pendekatan ini, manajemen kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana emosional dan hubungan yang baik antara guru dan anak didik, atau antara anak didik pribadi itu dan peranannya.
h) Pendekatan proses kelompok
       Manajemen kelas diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai salah satu sistem sosial, di mana proses kelompok yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif.
i) Pendekatan elektis dan pluralistik
       Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif wali atau guru kelas dalam memiih berbagai pendekatan tersebut di atas berdasarkan situasi yang dihadapinya. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dari penggunaannya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu rumpun kegiatan guru untuk menciptkan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien.

       Menurut para ahli pendidikan dari luar negeri, beberapa pendekatan yang hendaknya dilaksanakan oleh guru antara lain:
a)    Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach)
          Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasiperilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru.
b)   Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach)
           Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik – guru dan atau peserta didik – peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
           Dalam hal ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding).
           Sedangkan Haim C. Ginnot mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, guru berusaha untuk membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; serta mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.
           Hal senada dikemukakan William Glasser bahwa guru seyogyanya membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi; menganalisis dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan peserta didik agar committed terhadap rencana yang telah dibuat; memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.
           Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat.
c)    Group Process Approach
          Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck mengemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan group proses, yaitu:(a) mutual expectations (saling mendukung); (b) leadership (kepemimpinan); (c) attraction (pola persahabatan); (d) norm; (e) communication (komunikasi); (f) cohesiveness (kepaduan).



DAFTAR PUSTAKA


Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1996.  Prosedur  Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka  Cipta.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar